-Ketika kalian membaca ini. Jangan salahkan siapapun atas kepergianku, aku tidak menyesal, karena mungkin di kehidupan berikutnya aku terlahir menjadi manusia yang tidak seperti yang kalian pikirkan-
Aku menulis ini dalam keadaan depresi berat, sebelum akhirnya aku mengakhiri hidupku dengan –bayangkan saja seseorang yang tergeletak penuh darah yang berasal dari nadi.

Barangkali hidupku memang sudah tidak berarti lagi di mata banyak orang. Khususnya orang-orang di sekitarku yang seringkali menjadikanku bahan gunjingan. Memang ada yang salah dengan kecantikanku? Bukankah itu anugerah? Jika aku menganggap kalian hanya iri? Berarti aku sama saja seperti kalian yang hobi menilai orang lain dengan sebelah mata!
Aku tidak pernah sekali pun berniat mencampuri urusan dan hubungan orang lain. Tetapi kenapa kalian menghakimiku dengan penilaian yang tidak-tidak hah?
“Elisa tuh pasti murahan! Buktinya temen cowoknya banyak banget.”
“Eh mending jauhin cowok kita dari Elisa, nanti direbut lagi!”
“Nggak usah deket-deket sama Elisa deh, nanti ketularan.”
Darimana kalian bisa mengetahui perilakuku seperti itu? Padahal kalian belum pernah sekalipun duduk bicara bersamaku sambil menikmati kopi dan melahap kue dengan tawa membahana. Atau melihatku langsung sedang menggandeng tangan pria tampan kaya raya yang ternyata suami orang? Tidak, kalian tidak pernah.
Semoga kalian paham bahwa aku tidaklah seperti yang kalian pikirkan! Terima kasih karena telah membuatku tersenyum saat aku menulis kalimat terakhir surat ini, karena kalian pasti menyesalinya apa yang kalian lakukan terhadapku. Hahaha.

Udah, udah. Serius banget sih bacanya, tarik napas dulu coba, tapi jangan sambil inget-inget momen terindah sama mantan, yang ada malah…, ya kamu tau lah gimana. Emm…, jadi paham kan intisari cerpen yang kamu baca di atas?
Akui saja, kita terlalu cepat men-jugde seseorang hanya berdasarkan persepsi sepihak. Ini adalah fakta yang sangat menyedihkan. Ketika orang menyimpulkan penilaiannya hanya berdasarkan fisik, cara berpakaian, cara berbicara, atau malah dari mulut orang lain (entah temen, sahabat, atau siapapun itu). Apalagi kalo nge-judge orang berdasarkan penilaian orang lain tuh ibaratnya kayak makan makanan yang udah dikunyah terus dilepehin. Iya, menjijikan.
Perlu kamu tau, Kisanak. Sama seperti halnya mem-bully, nge-judge orang seenak udel pun dapat mengakibatkan dampak negatif yang merusak psikologis korbannya, bahkan bisa seperti tokoh cewek di cerpen yang kalian baca. Nge-judge orang itu keji seperti menusukkan pedang yang nggak terlihat. Sekali lagi pake casplock deh. KEJI. K-E-J-I.

Emang apa sih yang bikin kamu berpikir bahwa seseorang itu tuh begini, begitu, begono, atau apapun itu yang jelas penilaian sepihak hanya berdasarkan ‘apa yang dilihat’, bukan yang kamu ketahui secara langsung dari sang sumber judge-an kamu. Males mencari tau? Kalo alasannya benar itu, ya jangan nge-judge.
Pernah di-judge yang bukan-bukan sama orang yang nggak dikenal atau bahkan orang yang kamu kenal dekat dan baik? Bagaimana rasanya? Pasti sakit banget, marah, dan kamu nggak terima. Nggak heran banyak orang yang memasang status ‘Don’t judge me if you don’t know me.’
Sisi jahat diri kita itu pusatnya berada pada alam semesta pikiran, tepatnya, prasangka. Prasangka buruk. Malah nih ya, orang yang terkenal baik pun nggak akan pernah kamu sangka jahatnya kalo kamu bisa tau ternyata dia suka nge-judge orang. Prasangka itu membunuh akal sehat, itulah kenapa Kanda bilang nge-judge orang itu keji. Itu membuat kamu menerka-nerka sesuatu yang tentatif, belum tentu benar juga belum tentu salah, tapi prasangkanya sudah kamu anggap fakta. Kamu melangkahi peran waktu, karena sudah menyimpulkan sesuatu dengan ambigu.
Bagaimana kamu bisa tau seseorang itu seperti yang kamu nilai, kalo kamu sendiri belum pernah melihat secara langsung dia seperti ‘itu’? Jika pada akhirnya kamu mengetahui kebenaran bahwa penilaian kamu patah dan SANGAT salah, apa yang akan kamu rasa? Malu kan? Iya. Ngerasa jahat banget kan? Oh, betul. Hakan tah eta. ~

Ada dampak lain dari nge-judge seenak buang sampah sembarangan yang juga nggak kalah kejinya, yaitu mengubah mindset seseorang. Membuatnya kehilangan percaya diri untuk tampil apa adanya menjadi diri sendiri. Kenapa? Karena nggak ingin di-judge macam-macam oleh orang yang melihat di lingkungan sekitarnya. Ia jadi berlindung di balik topeng yang menampilkan diri terbaiknya yang ingin dilihat oleh orang lain. Akhirnya orang itu pun hidup di balik kepalsuan melulu.

Jadi pada intinya, nge-judge itu adalah perbuatan jahat yang merendahkan diri orang yang kamujudge sekaligus dirimu sendiri. Emang nggak malu apa berbuat jahat sama orang lain sepaket dengan ngerendahin diri sendiri dalam satu waktu? Duh!
Mangkanya, jangan nge-judge orang lain yang enggak-enggak kalo belum tau aslinya bagaimana dan males cari tau kebenarannya. Berusahalah untuk berpikir positif terhadap orang lain, meskipun kamu merasa nggak terlalu nyaman. Yang penting tetapi tetap waspada dan tau apa yang harus kamu lakukan kalo hal buruk terjadi.
Kuasai pikiran kamu dengan sugesti baik, niscaya itu akan mendatangkan hal baik. Seburuk apapun tampilan seseorang, biarkanlah ia seperti itu kalo kita nggak kenal dekat. Sejelek apapun orang lain menilai tentang seseorang, biarkanlah, nggak usah ikut-ikutan karena kamu punya prinsip dan pendirian. Mending diem dan senyum aja.

Stop judging people, it’s cruel! Kalo kamu bisa menghormati diri sendiri, sudah pastilah kamu pun bisa menghormati orang lain. Mari gunakan mata, mulut, dan telinga untuk berbaik sangka. Hidup ini terlalu berharga kalo sering diabisin nge-judge orang lain, karena kita sendiri belum tentu lebih baik dari orang itu. Setuju?!
"Positive life comes to the ones who have positive thinking."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar